Menurut kamus Munjib dan Kamus Lisanul ‘Arab, Manaqib adalah ungkapan kata jama’ yang berasal dari kata Manqibah artinya Atthoriqu fi al jabal, jalan menuju gunung atau dapat diartikan dengan sebuah pengetahuan tentang akhlaq yang terpuji, akhlaqul karimah. Dari pengertian ini manaqib dapat diartikan sebuah upaya untuk mendapatkan limpahan kebaikan dari Allah SWT dengan cara memahami kebaikan-kebaikan para kekasih Allah yaitu para Aulia. Sebab Para wali dicintai oleh Allah dan para wali sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya. (Yuhibbuunallah wayubibbuhum).
Sebagaimana ditulis dalam al-Qur'an :
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al Maidah (5): 54)
Ensiklopedi Islam mengartikan manakib sebagai sebuah sejarah dan pengalaman spiritual seorang wali Allah Swt. yang di dalamnya terdapat cerita-cerita, ikhtisar hikayat, nasihat-nasihat serta peristiwa-peristiwa ajaib yang pernah dialami seorang syekh. Semuanya ditulis oleh pengikut tarekat atau para pengagumnya dan dirangkum dari cerita yang bersumber dari murid-muridnya, orang terdekatnya, keluarga dan sahabat-sahabatnya (Ensiklopedi Islam: 152).
Jadi, manakib adalah kitab sejarah atau autobiographi yang bersifat hagiografis (menyanjung) karena manaqib dibaca bertujuan dijadikan teladan bagi pembacanya disamping juga tujuan tabarruk (mengharap berkah) dan tawassul (membuat perantara pembaca dengan Allah).
Mendekati Allah dengan cara mendekati orang-orang yang dicintai Allah adalah sesuai dengan firman Allah swt dalam Surat Luqman: 15: “.... dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”
Tafsir al Qurthuby mengartikan “anaba ilayya” kembali kepada-Ku (Allah swt) yaitu kembali kepada jalan para Nabi dan orang-orang sholeh. Dengan demikian maka mengikuti jalan orang-orang sholeh apalagi para ulama dan aulia merupakan anjuran Allah dan Rasul-Nya. “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Yunus: 62)
Dalam al-Quran sendiri banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang kisah-kisah orang-orang tertentu. Ada kisah para Nabi, kisah para rasul, umat terdahulu, para wali dan lain-lain yang semuanya itu merupakan manaqib dan perlu diambil pelajaran darinya.
Dalam al-Qur’an Surat Hud ayat 120 digambarkan bagaimana suatu manaqib membawa pelajaran penting bagi umat manusia : “ Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceriterakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hati kamu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”.
Pada ayat ini disebutkan ada tiga gambaran bagaimana sebuah manaqib berfaidah bagi umat yang datang kemudian, yaitu:
1. Dapat meneguhkan hati orang-orang beriman
2. Mendatangkan kebenaran dalam segala hal, baik ucapan, pikiran maupun prilaku.
3. Menjadi bahan pelajaran dan peringatan bagi kaum yang beriman.
Sejalan dengan tujuan di atas, dalam banyak ayat dijelaskan pentingnya melakukan penelitian terhadap sejarah, baik dari al-Qur’an, as-Sunnah maupun sumber-sumber yang lainnya. Ayat dimaksud antara lain adalah sebagai berikut: “ Dan Sesungguhnya Telah kami utus beberapa orang Rosul sebelum kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak kami ceritakan kepadamu. tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Alloh; Maka apabila Telah datang perintah Alloh, diputuskan (semua perkara) dengan adil. dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil. Allohlah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk kamu kendarai dan sebagiannya untuk kamu makan” (al-Mu’min: 78-79).
Dikuatkan pula dengan ayat 164-165 surat an-Nisa sebagai berikut: “ Dan (Kami Telah mengutus) rosul-rosul yang sungguh Telah kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rosul-rosul yang tidak kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Alloh Telah berbicara kepada Musa dengan langsung. Mereka kami utus selaku rosul-rosul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Alloh sesudah diutusnya rosul-rosul itu. dan adalah Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Mencintai orang-orang beriman yang sentiasa taat kepada Allah, sangat besar pahalanya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
Diriwayatkan hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
"Demi Allah, kalian tidak akan masuk syurga sehingga kalian beriman. Tidak sempurna keimanan kalian sehingga kalian saling mencintai. Adakah kalian mahu aku tunjukkan sesuatu, yang mana jika kalian melakukannya nescaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian! (HR. Muslim).
Dalil yang dimaksudkan di dalam hadis ini adalah sabda Rasulullah SAW, “Tidak sempurna keimanan kalian sehingga kalian saling mencintai”. Hadis ini menunjukkan tentang besarnya pahala saling mencintai kerana Allah.
قال رسول الله صلىالله عليه وسلم مَنْ وَرَّخَ مُسْلِمًا فَكَأَ نَّمَا اَحْيَاهُ وَمَنْ زَارَ عَالِمًا فَكَأَ نَّمَا زَارَنِى وَمَنْ زَارَنِى بَعْدَ وَفَاتِى وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِى. روه ابو داود وترمذى
"Sesiapa pun tidak akan merasakan manisnya iman, sehingga ia mencintai seseorang hanya kerana Allah semata . (HR. Bukhari).
Hadis dari Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban, ia berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana jika ada seseorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak mampu beramal seperti mereka? Rasulullah SAW bersabda, “Engkau wahai Abu Dzar, akan bersama siapa sahaja yang engkau cintai.” Abu Dzar berkata; maka aku berkata, “Sungguh, aku mencintai Allah dan RasulNya.” Abu Dzar mengulanginya sebanyak satu atau dua kali.
Hadis Muadz bin Anas Al-Jahni bahawa Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang memberi kerana Allah, menolak kerana Allah, mencintai kerana Allah, membenci kerana Allah, dan menikah kerana Allah, maka bererti ia telah sempurna imannya." (HR. Al- Hakim).
Manifestasi Cinta kerana Allah
1.Disunahkan orang yang mencintai saudaranya kerana Allah untukmemberitahukan cintanya kepada orang yang dicintainya . Abu Dawud dan At-Tirmidzi meriwayatkan bahawa Nabi SAW bersabda: Jika seseorang mencintai saudaranya kerana Allah, maka kabarkanlah bahwa ia mencintainya.
2.Disunahkan mendoakan saudara yang dicintainya ketika tidak bersamanya . Diriwayatkan bahawa Nabi SAW bersabda: "Barang siapa yang mendoakan saudaranya pada saat ia tidak bersamanya, maka malaikat yang diamanahkan untuk menjaga dan mengawasinya berkata, “Semoga Allah mengabulkan; dan bagimu semoga mendapat yang semisalnya.” (HR. Muslim).
3.Disunahkan meminta doa dari saudaranya . Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan bahawa Umar bin Khatab berkata: Aku meminta izin kepada Nabi SAW untuk umrah, kemudian beliau memberikan izin kepadaku dan bersabda: “Wahai saudaraku, engkau jangan melupakan kami dalam doamu.”
4.Disunahkan mengunjungi orang yang dicintai, duduk bersamanya, saling menjalin persaudaraan, dan saling memberi kerana Allah, setelah mencintai-Nya . Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya ada seseorang yang mengunjungi saudaranya di kota lain. Kemudian Allah memerintahkan Malaikat untuk mengikutinya. Ketika malaikat sampai kepadanya, ia berkata, “Engkau hendak ke mana?” Orang itu berkata, “Aku akan mengunjungi saudaraku di kota ini.” Malaikat berkata, “Apakah ada hartamu yang dikelola olehnya?” Ia berkata, “Tidak ada, hanya saja aku mencintainya kerana Allah.” Malaikat itu berkata, “Sesunggunya aku adalah utusan Allah kepadamu. Aku diperintahkan untuk mengatakan bahwa Allah sungguh telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai saudaramu itu karena Allah.”
5. Senantiasa berusaha membantu memenuhi keperluan saudaranya dan bersungguh-sungguh menghilangkan kesusahannya . Hal ini berdasarkan hadis Mutafaq 'alaih dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, ia tidak akan menzaliminya dan tidak akan membiarkannya binasa. Barangsiapa berusaha memenuhi keperluan saudaranya maka Allah akan memenuhi keperluannya. Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari seorang muslim maka dengan hal itu Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya kelak di Hari Kiamat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya di Hari Kiamat."
6. Disunahkan menemui orang yang dicintai dengan menampakkan (menzahirkan) perkara yang disukainya untuk menggembirakannya . Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab As-Shagir, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang menemui saudaranya yang muslim dengan menampakkan perkara yang disukainya kerana ingin membahagiakannya, maka Allah akan memberikan kebahagiaan kepadanya di Hari Kiamat."
7. Disunahkan seorang muslim menemui saudaranya dengan wajah yang berseri-seri . Diriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda: "Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun, walau sekadar bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri" (HR. Muslim).
8. Disunahkan seorang muslim memberikan hadiah kepada saudaranya , berdasarkan hadist bahwa Rasulullah saw bersabda: "Kalian harus saling memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai." (HR. Bukhari).
9. Disunahkan menerima hadiah yang diberi saudaranya dan membalasnya . Dasarnya adalah hadis daripada Aisyah riwayat Bukhari, ia berkata: “Rasulullah SAW pernah menerima hadiah dan membalasnya. “ Termasuk memberikan balasan hadiah yang setimpal adalah jika seorang muslim mengatakan kepada saudaranya, “Jazakallah Khairan”, artinya semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Tirmidzi meriwayatkan dari Usamah bin Zaid, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa diberi kebaikan kemudian ia berkata kepada orang yang memberi kebaikan, “Jazakallah Khairan” (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), makasungguh dia telah memberikan pujian yang sangat baik.
10.Harus berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kebaikan kepadanya. Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir, ia berkata; Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang sedikit, maka ia tidak akan dapat mensyukuri nikmat yang banyak. Barangsiapa yang tidak dapat bersyukur kepada orang, maka ia tidak akan dapat bersyukur kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah sama dengan bersyukur. Dan tidak membicarakan kenikmatan bererti mengingkari nikmat. Berjemaah adalah rahmat, bercerai berai adalah azab."
11.Disunahkan membela saudaranya untuk mendapatkan kemanfaatan dari suatu kebaikan atau untuk memberikan kemudahan dari suatu kesulitan . Diriwayatkan bahawa Rasulullah SAW jika didatangi peminta- minta (pengemis), maka baginda suka berkata: "Belalah dia, maka kalian akan diberikan pahala. Dan Allah akan memutuskan dengan lisan nabiNya tentang perkara yang ia kehendaki." (HR. Bukhari).
12.Wajib memberi kemaafan terhadap saudaranya . Diriwayatkan Ibnu Majah bahawa Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang mengajukan permintaan maaf kepada saudaranya dengan suatu alasan tapi ia tidak menerimanya, maka ia akan mendapat kesalahan seperti kesalahan pemungut pajak."
13.Wajib menjaga rahasia seorang muslim . Diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmidzi dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang berkata kepada orang lain dengan suatu perkataan kemudian ia menoleh (melihat sekelilingnya), maka pembicaraan itu adalah amanah”.
14.Wajib memberi nasihat . Imam Muslim telah mentakhrij dari Abu Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: "Hak muslim ke atas muslim yang lain ada enam . Dikatakan, “Apa yang enam itu, Ya Rasulallah?” Rasul SAW bersabda, “ Apabila engkau bertemu dengan saudara muslim yang lain, maka ucapkanlah salam kepadanya; Apabila ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya; Apabila ia meminta nasihat kepadamu, maka berikanlah nasihat kepadanya; Apabila ia bersin dan mengucapkan alhamdulillah, maka ucapkanlah yarhamukallah; Apabila ia sakit maka ziarahlah; Apabila ia meninggal dunia, maka hantarkanlah sampai ke kuburnya. ”
Khatimah Semoga dengan melaksanakan petunjuk Rasulullah SAW dalam mencintai seorang hamba karenaNya, kita dicintai Allah SWT sebagaimana hadis dari Umar bin Al-Khathab, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan syuhada tertarik dengan kedudukan mereka di sisi Allah. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? Semoga saja kami dapat mencintai mereka.” Rasulullah SAW bersabda, “Mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai nikmat dan kurnia yang diberikan oleh Allah. Mereka tidak memiliki hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama. Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak berasa takut ketika banyak manusia berasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.” Kemudian Rasulullah SAW membacakan firman Allah: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Jadi dengan membaca manaqib, Insya Allah merupakan salah satu jalan tempuh untuk memperoleh rahmat dan karunia Allah dengan cepat. Sebab dengan manaqib ini kita dapat mengenal, memahami, serta menyelami karakter serta sifat-sifat hamba-hamba Allah yang saleh bahkan para wali Allah yang tujuan akhirnya adalah untuk diteladani. Tentu saja harapannya adalah agar memperoleh keberkahan dalam kehidupan jasmani dan rohani dunia wal akhirat.
Manfaat Manaqib
Para sufi dan para ahli tarekat percaya dan yakin bahwa manaqib mempunyai manfaat dan tujuan mulia, antara lain:
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan) Rosululloh saw. Alloh berfirman:
Seseorang yang mencintai atau menghormati kepada sesama keluarga dipuji Alloh, apalagi mencintai dan menghormati keluarga Rasululloh SAW. Karena para ulama adalah pewaris Nabi, ada sebagian Ulama yang berpendapat dan hadist yang menerangkan bahwa setiap hamba Allah yang mukmin yang bertakwa (para shalihin dan Shiddiqin) termasuk keluarga Rasulullah SAW.
2) Mencintai para ulama, solihin dan para wali. Nabi bersabda:
Hadis di atas menjelaskan bahwa Alloh mengancam dengan tegas akan memerangi kepada siapa saja yang memusuhi wali-Nya. Sebaliknya tentu saja Alloh mencintai kepada siapa siapa saja yang mencintai wali-Nya.
3) Mencari barokah dan syafa’at dari shalihin.
“Rosululloh telah melihat bahwa Ummu Sulaim sedang mengumpulkan keringat Nabi dalam suatu tempat, sewaktu Nabi sedang tidur, tiba-tiba Nabi terbangun seraya berkata: “Apa yang engkau kerjakan hai Ummu Sulaim?” Ia menjawab: Keringatmu ini akan aku jadikan wangi-wangian yang paling harum”. Dalam riwayat yang lain dikatakan bahwa Umu Sulaim menjawab: “ya Rosululloh: Aku berharap barkahnya keringatmu ini untuk anak-anakku”. Berkatalah Nabi kepada Ummu Sulaim dengan pernyataan yang penuh kesungguhan sambil memuji” Silahkan” (Bukhari Muslim dan Nasa’i)
4) Bertawassul karena Alloh semata. Alloh berfirman:
5) Melaksanakan nazar karena Alloh semata, bukan karena maksiat. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw.
6) Menjadi sebab turunnya rahmat Allah SWT
"Mengingati / menyebut para nabi termasuk dalam perbuatan ibadah, mengingati orang-orang sholeh adalah kaffaarah (pelebur dosa kesalahan), mengingati mati itu adalah sedekah dan mengingati kubur itu mendekatkan kamu dengan syurga."
Imam Junaid al-Baghdadi رحمه الله تعالى pula berkata:
Semoga dengan menyebut kisah-kisah mereka, akan menambah kecintaan kita kepada mereka. Amin Yaa Robbal 'alamin
Didalam sebuah hadits riwayat daripada Abu Dzar رضي الله عنه, dimana beliau berkata: Wahai Rasulullah! Seorang lelaki mengasihi suatu kaum sedangkan ia tidak mampu ber’amal dengan ‘amalan mereka? Maka baginda صلى الله عليه وآله وسلم bersabda: Engkau, wahai Abu Dzar bersama sesiapa yang engkau kasihi.